Senin, 21 Agustus 2017

Mencintai Kaum Anshar Tanda Iman

“Tanda keimanan adalah cinta kepada kaum Anshar. Dan tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar”. (HR. Al-Bukhari)



Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya,

dari Anas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Tanda keimanan adalah cinta kepada kaum Anshar. Dan tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar”. (HR. Al-Bukhari)

Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam al-Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya kitab al-Iman ‘bab tanda iman adalah cinta kaum Anshar’ (hadits no.17) dari gurunya yang bernama Abul Walid Hisyam bin ‘Abdul Malik al-Bashri. Beliau juga mengulang hadits tersebut melalui gurunya yang lain bernama Muslim bin Ibrahim di kitab Manaaqib al-Anshaar (sisi-sisi kebaikan kaum Anshar) bab Hubbu al-Anshaar (mencintai kaum Anshar) (hadits no.3783) dari Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu juga.

Biografi Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
Anas bin Malik bin an-Nazhr al-Anshari al-Khazraji, Abul Hamzah al-Madani. Ia adalah pembantu Rasulullah yang telah berkhidmat selama 10 tahun. Imam Suyuthi mengkategorikannya ke dalam tujuh orang Sahabat yang memiliki hafalan hadits paling banyak. Tepatnya, ia meriwayatkan sejumlah 2286 hadits. Wafat tahun 93 H, dalam usia lebih dari 100 tahun di kota Basrah, Irak. Dan ia adalah Sahabat Nabi yang paling akhir wafat di sana.

Asal-usul kaum Anshar
Istilah kaum ‘Anshar’ hanya melekat pada dua suku, Aus dan Khazraj yang tinggal menetap di Madinah. Sebelumnya, mereka dikenal dengan Bani Qailah. Qailah adalah ibu yang menyatukan mereka. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam menamakan mereka dengan sebutan Anshar sebagaimana tertuang dalam hadits di atas (dan hadits lainnya) dan selanjutnya menjadi simbol nama yang melekat erat pada mereka.

Allah pun menyebut mereka dengan penamaan ini. Hal ini berdasarkan satu atsar dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang pernah ditanya oleh seseorang bernama Ghailan bin Jarir, “Tentang (nama) Anshar, apakah kalian menamakan diri kalian dengannya atau Allahlah yang menamakan kalian dengannya?”. Anas menjawab, “Bahkan Allahlah yang menamakan kami dengan sebutan Anshar”. (Shahih al-Bukhari no.3776).

Perkenalan’ mereka dengan Islam dimulai dengan terjunnya Rasulullah untuk mendakwahi kabilah-kabilah yang datang pada musim haji tahun 11 kenabian. Seruan dakwah yang disampaikan beliau kepada mereka tidak menemui hambatan. Sebagian mereka berkata kepada yang lain, “Kalian tahu tidak, demi Allah, ia adalah benar-benar nabi (akhir zaman) yang sudah disebut-sebut oleh kaum Yahudi. Janganlah kalian sampai didahului orang-orang Yahudi untuk mengimaninya”.

Pada musim haji tahun 12 dan 13 kenabian, terjadilah baiat (perjanjian setia) antara rombongan dari mereka dengan Nabi di Mina yang kemudian dikenal dengan Baiat ‘Aqabah Pertama dan Baiat ‘Aqabah Kedua. Ringkasnya, mereka menerima untuk bertauhid kepada Allah, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak berbuat kedustaan, serta berjanji membela Nabi dan menyediakan tempat tinggal bagi beliau di Madinah.

Mengapa harus cinta kepada kaum Anshar?
Kata (al-Anshar) bentuk jamak dari kata (naashir) yang bermakna penolong. Mereka itu penduduk Madinah yang telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammmad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menjadi orang-orang yang menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Predikat mulia ini hanya melekat pada diri mereka saja karena mereka telah menyediakan tempat tinggal bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang yang datang berhijrah dari Makkah ke Madinah yang kemudian dikenal dengan kaum Muhajirin. Tidak itu saja, mereka juga memperhatikan keperluan-keperluan dan kebutuhan-kebutuhan hidup kaum Muhajirin dan dengan jiwa dan harta-benda mereka, serta lebih mengutamakan kepentingan kaum Muhajirin dalam banyak hal daripada diri kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri, walaupun mereka dalam kesulitan hidup dan membutuhkan. Demikian paparan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (1/122).

Semua kemurahan hati dan pengorbanan itu mereka lakukan karena Allah Ta’ala, atas dorongan keimanan dan kecintaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, tanpa pamrih duniawi, sedirham pun! Akhirnya, kaum Muhajirin menyatu dengan kaum Anshar di kota Madinah dengan kemudahan yang ditawarkan oleh kaum Anshar. Maka, Islam pun menyebar lebih luas dan kian kokoh saja. Dan para penganutnya kian bertambah dari hari-ke hari.

Allah Ta’ala telah memberitahukan tentang keutamaan kaum Anshar dalam al-Qur`an. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (QS al-Hasyr/59:9).

Dengan melihat paparan singkat keutamaan kaum Anshar, bukankah sangat beralasan bila mencintai kaum Anshar termasuk pertanda iman seorang Muslim. Dengan sesama saudara Muslim saja, kita harus saling mencintai dan menyayangi, apalagi terhadap kaum Anshar (dan Sahabat Nabi secara keseluruhan) yang jasa mereka amat besar bagi perkembangan Islam. Maka, tidak heran bila kecintaan kepada mereka termasuk tanda iman seseorang. Dan amat mengherankan bila ada orang yang membenci mereka itu, sehingga Nabi pun menyebut kebencian terhadap mereka sebagai salah satu tanda kemunafikan. Aneh khan kalo ada orang yang membenci insan-insan yang sudah mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk Allah dan RasulNya serta Islam. Padahal, Allah saja telah memuji dan meridhai mereka.

Allah berfirman (yang artinya) : “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”.(QS at-Taubah/9:100).

Pada ayat yang mulia ini, tidak kasat mata lagi bahwa sesungguhnya Allah telah menegaskan melalui ayat yang mulia ini bahwa Dia telah ridha kepada dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik. Ini menjadi dalil Qur`ani yang tegas bahwa orang yang mencela dan membenci mereka, ia adalah orang sesat, menentang Allah Azza wa Jalla, lantaran ia membenci orang yang telah diridhaiNya” (Adhwa`ul Bayaan 2/423).

Karenanya, tampak sekali kesalahan orang yang mencela dan merendahkan para Sahabat Nabi secara umum, apalagi sampai mengkafirkan mereka!. Maka, pantas saja Rasulullah melekatkan sifat nifak kepada orang yang membenci generasi Sahabat yang merupakan generasi manusia terbaik sepanjang zaman setelah para nabi dan rasul. Orang yang menjelek-jelekkan, merendahkan, apalagi sampai mengkafirkan para Sahabat, ia pantas sekali dipertanyakan keislamannya. Karena Islam yang diajarkan Nabi Muhammad tidaklah tersebar kecuali melalui mereka.

Maka, cintailah dan kenalilah mereka, serta waspada terhadap pernyataan yang melecehkan derajat mereka. Semoga Allah menghinakan orang-orang yang memiliki keyakinan-keyakinan buruk terhadap para Sahabat.

Mengenal beberapa tokoh kaum Anshar
Setelah mengetahui keutamaan golongan Anshar, dan kewajiban mencintai mereka, maka sekarang tiba saatnya untuk mengenal beberapa dari mereka. Mau tahu?. Orang pertama yang perlu kita ketahui namanya adalah Sa’d bin Mu’adz sang pemimpin suku Aus, ‘Ubadah bin Shamit yang ikut serta dalam Ba’at Aqabah I dan II, Jabir bin ‘Abdillah yang memiliki hafalan sebanyak 1540 hadits, Sa’d bin Rabi’ seorang hartawan lagi dermawan dari kaum Anshar yang dipersaudarakan dengan ‘Abdur Rahman bin ‘Auf, Mu’adz bin Jabal yang dikenal kedalaman ilmu fiqihnya, Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu, ‘Abdullah bin Rawahah salah seorang panglima syahid dalam Perang Mu’tah, Ubay bin Ka’b penyair Nabi, Abu Ayyub al-Anshari yang rumahnya ditempati Rasulullah setibanya di Madinah.

Radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Wallahu a’lam


Sumber: muslim

Kamis, 17 Agustus 2017

Pesona Wisata Sumatera Selatan Keindahan Indonesia

Pesona wisata. Propinsi Sumatera Selatan adalahsuatu area seluas 99.888,28 kilometer persegi di pulau Sumatra unsur Barat yang terletak di sebelah Selatan garis khatulistiwa pada 10 – 40 derajat lintang Selatan dan 102 -108 derajat Bujur Timur. Bagian daratan propinsi ini berbatasan dengan propinsi Jambi di sebelah Utara dan propinsi Lampung di Selatan, propinsi Bengkulu di unsur Barat serta di unsur Timur berbatasan dengan pulau Bangka dan Belitung.


Sumatera Selatan dikenal pun dengan sebutan Bumi Sriwijaya sebab wilayah ini pada abad 712 Masehi adalahpusat kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Indonesia yang dominan sampai ke Formosa dan Cina di Asia serta Madagaskar di Afrika.

Disamping itu, Sumatra Selatan tidak jarang pula dinamakan sebagai Daerah Batanghari Sembilan, sebab di area ini ada 9 sungai besar yang bisa dilayari hingga jauh ke hulu, yakni: sungai Musi, Ogan, Komering, Lematang, Kelingi, Rawas, Batanghari Leko dan Lalan serta puluhan lagi cabang-cabangnya

Topografinya di area Timur sampai garis pantai didominasi rawa-rawa dan lebak yang diprovokasi pasang surut. Di unsur tengah dan kian ke Barat adalahdataran rendah dan lembah yang luas. Lebih jauh ke Barat terdiri dari perbukitan dan pegunungan yang menjadi mata rantai Bukit Barisan yang menghampar sepanjang daya tarik wisata pulau Sumatra dari Aceh sampai Lampung.

Puncak-puncak Bukit Barisan di Sumatra Selatan diantaranya ialah Gunung Dempo (3159 meter). Gunung Patah (2107 meter). Gunung Bungkuk (2125 meter) dan Gunung Seminung (1954 meter) dimana di kaki gunung ini ada Danau Ranau yang luasnya 118 kilometer persegi.

Dari hasil susenas tahun 2002 Sumatera Selatan berpenduduk sejumlah 7.167.972 jiwa. Penduduk pribumi terdiri dari sejumlah suku yang setiap mempunyai bahasa dan logat sendiri. Namun dalam komunikasi keseharian mempergunakan bahasa Indonesia atau bahasa lokal. Suku-suku itu antara beda suku Palembang, Ogan, Komering, Seniendo, Pasemah, Gumay, Lintang, Musi Rawas, Meranjat, Kayuagung, Ranati dan Kisam.

Semua suku ini hidup bersebelahan dan saling mencampur dengan suku-suku pendatang tergolong dengan orang asing. Bahkan tidak sedikit terjadi perkawinan antar suku. Mereka mempunyai adat-istiadat dan tradisi sendiri yang acapkali terlukis dalam upacara perkawinan dan peristiwa-peristiwa urgen suatu suku.

Meski tiap kumpulan etnik mempunyai corak khas dalam kebudayaan dan struktur bahasa sendiri, tetapi tetap adalahkesatuan yang bulat yang sulit diceraikan satu sama beda dalam lingkungan hukum adat. Mereka pun saling memprovokasi sehingga bagian kebudayaan yang satu terdapat pun pada kebudayaan suku lainnya.

Mayoritas penduduk mendekap agama Islam yang dominan pula terhadap adat istiadat, kebiasaan dan kehidupan sehari-hari. Hari-hari besar Islam secara umum dirayakan dengan khitmad, laksana Hari Raya Idulfitri, Iduladha, Maulud Mi’radj, Nuzulul Quran dan beda sebagainya. Masjid dan mushollah nyaris ada di masing-masing pelosok.

Salah satu seni tarinya yang dikenal luas ialah pesona wisata Gending Sriwijaya, tari spesifik masyarakat Sumatra Selatan guna menyambut tamu istimewa yang berangjangsana ke wilayah ini. Tarian ini menggambarkan sikap ramah, gembira, bahagia, tulus dan tersingkap terhadap trafik para tamu istimewa atau semua pendatang.

Pesona Wisata Sejarah Sumatera Selatan
Pesona wisata. Sumatra Selatan telah didiami insan sejak zaman purbakala. Bukti-bukti sejarah masa lampau tersebut antara beda berupa situs-situs megalit dalam berbagai format dan ukuran yang dapat ditonton di alam tersingkap terutama di Kabupaten Lahat, ogan Komering Ulu dan Muara Enim maupun di museum.

Peninggalan kebudayaan megalit ini adalahhasil kreasi seni pahat nenek moyang yang terdiri dari arca batu berbentuk manusia, binatang, menhir, dolmen, pubden berundak, kuburan batu, limpang batu dan perlengkapan purba lainnya. Keberadaan batu-batu megalit ini pun melahirkan sekian banyak  legenda dan mitos di kalangan masyarakat Sumatra Selatan (Sumsel) contohnya legenda Si Pahit Lidah yang sebab kesaktiannya dapat membuat apapun yang tidak disukainya menjadi batu.

Dalam abad ke 7-13 masehi, Sumatra Selatan adalahbasis dominasi Kerajaan Sriwijaya dengan Palembang sebagai ibu kota kerajaan. Dimasa jayanya Sriwijaya dikenal sebagai pusat edukasi dan ilmu pengetahuan tentang agama Budha di Asia Tenggara.

Sriwijaya pun adalahkerajaan maritim yang powerful dan disegani di Asia Tenggara bahkan dominan hingga ke Cina dan Madagaskar di Afrika. Di samping menguasai jalur perniagaan dan pelayaran antara Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia pun telah menjadikan wilayah ini sebagai sentra pertemuan antar bangsa.

Hal ini memunculkan transformasi kebiasaan yang lambat laun berkembang dan menyusun identitas baru untuk daerah Sumatra Selatan ini. Sebagian Semenanjung Malaya, Selat Malaka, Sumatera Utara, Selat Sunda masuk ke dalam lingkungan dominasi Sriwijaya.

Pesona wisata. Kerajaan ini tumbuh sebagai pusat perniagaan yang dikunjungi semua pedagang dari Parsi, Arab dan Cina yang memasarkan barang-barang yang mereka bawa dari negerinya atau negeri yang dilaluinya sementara saudagar dari Pulau Jawa melakukan pembelian barang-barang tersebut sambil memasarkan rempah-rempah.

Nama ‘Palembang’ berasal dari kata limbang yang berarti mendulang emas. Berdasarkan keterangan dari cerita, Palembang menjadi kota yang makmur sebab emas yang terdapat di Sungai Musi. Pada masa Sriwijaya, Palembang mempunyai nama Swarna Dwipa yang berarti Pulau Emas.

Disebutkan bahwa istana kerajaan Sriwijaya memiliki empang yang di dasarnya ditaruh batangan-batangan emas. Pada masa Sriwijaya, agama Budha merasakan kejayaan. Seorang pengembara dari Cina mempunyai nama I Tsing mengadukan dalam catatannya bahwa di depan istana kerajaan ini, di seberang Sungai Musi ada kuil Budha dimana selama seribu orang pendeta Budha (biksu) bermukim untuk menuntut ilmu memperdalam doktrin Budha dan mempelajari Sanskerta. Dari kuil ini masing-masing pagi tercium wewangian dupa yang wanginya tersebar sampai ke seberang Sungai Musi.

Letak istana kerajaan Sriwijaya diduga relatif lebih jauh dari Sungai Musi dikomparasikan dengan pemukiman masyarakat yang lazimnya berada di sepanjang tepian sungai dan di rumah-rumah terapung atau lokasi tinggal tiang- memanjang sejumlah kilometer di sepanjang Sungai Musi.

Penduduk yang tinggal di ambang sungai ini adalahsumber tenaga manusia untuk armada laut yang menjadi tulang punggung kerajaan Sriwijaya dalam mengawasi area perairan di sekitarnya. Sejumlah peninggalan arkeologis dari masa kerajaan Sriwjaya masih bisa ditemukan di sebanyak tempat. Pesona wisata.

Setelah berjaya sekitar tiga abad, pada abad ke-11 Sriwijaya diserang kerajaan Cola yang menjadi titik mula kemerosotan Sriwijaya dan lantas Sriwijaya tersudut oleh dominasi kerajaan dari Jawa Timur. Pada akhir abad ke-13 Sriwijaya merosot sebagai pusat perniagaan dan kesudahannya runtuh menjadi wilayah-wilayah kecil yang dikuasai bajak laut sampai kedatangan Belanda (VOC).

Pada abad ke-18 hadir kesultanan Islam di Palembang yang dipimpin oleh sebanyak sultan. Sultan Mahmud Badaruddin ialah raja terakhir dari Dinasti Palembang ini dan pun sultan yang sangat terkenal sebab perjuangnnya membangkang kaum kolonial. Raja Palembang ini dikenal sebagai orang yang memiliki jati diri yang powerful dan berbakat sekali. Sayangnya peninggalan kesultanan Islam Palembang ini telah tidak terdapat lagi yang tersisa sebab hancur dalam peperangan melawan Belanda. Pesona wisata.