Kamis, 17 Agustus 2017

Pesona Wisata Sumatera Selatan Keindahan Indonesia

Pesona wisata. Propinsi Sumatera Selatan adalahsuatu area seluas 99.888,28 kilometer persegi di pulau Sumatra unsur Barat yang terletak di sebelah Selatan garis khatulistiwa pada 10 – 40 derajat lintang Selatan dan 102 -108 derajat Bujur Timur. Bagian daratan propinsi ini berbatasan dengan propinsi Jambi di sebelah Utara dan propinsi Lampung di Selatan, propinsi Bengkulu di unsur Barat serta di unsur Timur berbatasan dengan pulau Bangka dan Belitung.


Sumatera Selatan dikenal pun dengan sebutan Bumi Sriwijaya sebab wilayah ini pada abad 712 Masehi adalahpusat kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Indonesia yang dominan sampai ke Formosa dan Cina di Asia serta Madagaskar di Afrika.

Disamping itu, Sumatra Selatan tidak jarang pula dinamakan sebagai Daerah Batanghari Sembilan, sebab di area ini ada 9 sungai besar yang bisa dilayari hingga jauh ke hulu, yakni: sungai Musi, Ogan, Komering, Lematang, Kelingi, Rawas, Batanghari Leko dan Lalan serta puluhan lagi cabang-cabangnya

Topografinya di area Timur sampai garis pantai didominasi rawa-rawa dan lebak yang diprovokasi pasang surut. Di unsur tengah dan kian ke Barat adalahdataran rendah dan lembah yang luas. Lebih jauh ke Barat terdiri dari perbukitan dan pegunungan yang menjadi mata rantai Bukit Barisan yang menghampar sepanjang daya tarik wisata pulau Sumatra dari Aceh sampai Lampung.

Puncak-puncak Bukit Barisan di Sumatra Selatan diantaranya ialah Gunung Dempo (3159 meter). Gunung Patah (2107 meter). Gunung Bungkuk (2125 meter) dan Gunung Seminung (1954 meter) dimana di kaki gunung ini ada Danau Ranau yang luasnya 118 kilometer persegi.

Dari hasil susenas tahun 2002 Sumatera Selatan berpenduduk sejumlah 7.167.972 jiwa. Penduduk pribumi terdiri dari sejumlah suku yang setiap mempunyai bahasa dan logat sendiri. Namun dalam komunikasi keseharian mempergunakan bahasa Indonesia atau bahasa lokal. Suku-suku itu antara beda suku Palembang, Ogan, Komering, Seniendo, Pasemah, Gumay, Lintang, Musi Rawas, Meranjat, Kayuagung, Ranati dan Kisam.

Semua suku ini hidup bersebelahan dan saling mencampur dengan suku-suku pendatang tergolong dengan orang asing. Bahkan tidak sedikit terjadi perkawinan antar suku. Mereka mempunyai adat-istiadat dan tradisi sendiri yang acapkali terlukis dalam upacara perkawinan dan peristiwa-peristiwa urgen suatu suku.

Meski tiap kumpulan etnik mempunyai corak khas dalam kebudayaan dan struktur bahasa sendiri, tetapi tetap adalahkesatuan yang bulat yang sulit diceraikan satu sama beda dalam lingkungan hukum adat. Mereka pun saling memprovokasi sehingga bagian kebudayaan yang satu terdapat pun pada kebudayaan suku lainnya.

Mayoritas penduduk mendekap agama Islam yang dominan pula terhadap adat istiadat, kebiasaan dan kehidupan sehari-hari. Hari-hari besar Islam secara umum dirayakan dengan khitmad, laksana Hari Raya Idulfitri, Iduladha, Maulud Mi’radj, Nuzulul Quran dan beda sebagainya. Masjid dan mushollah nyaris ada di masing-masing pelosok.

Salah satu seni tarinya yang dikenal luas ialah pesona wisata Gending Sriwijaya, tari spesifik masyarakat Sumatra Selatan guna menyambut tamu istimewa yang berangjangsana ke wilayah ini. Tarian ini menggambarkan sikap ramah, gembira, bahagia, tulus dan tersingkap terhadap trafik para tamu istimewa atau semua pendatang.

Pesona Wisata Sejarah Sumatera Selatan
Pesona wisata. Sumatra Selatan telah didiami insan sejak zaman purbakala. Bukti-bukti sejarah masa lampau tersebut antara beda berupa situs-situs megalit dalam berbagai format dan ukuran yang dapat ditonton di alam tersingkap terutama di Kabupaten Lahat, ogan Komering Ulu dan Muara Enim maupun di museum.

Peninggalan kebudayaan megalit ini adalahhasil kreasi seni pahat nenek moyang yang terdiri dari arca batu berbentuk manusia, binatang, menhir, dolmen, pubden berundak, kuburan batu, limpang batu dan perlengkapan purba lainnya. Keberadaan batu-batu megalit ini pun melahirkan sekian banyak  legenda dan mitos di kalangan masyarakat Sumatra Selatan (Sumsel) contohnya legenda Si Pahit Lidah yang sebab kesaktiannya dapat membuat apapun yang tidak disukainya menjadi batu.

Dalam abad ke 7-13 masehi, Sumatra Selatan adalahbasis dominasi Kerajaan Sriwijaya dengan Palembang sebagai ibu kota kerajaan. Dimasa jayanya Sriwijaya dikenal sebagai pusat edukasi dan ilmu pengetahuan tentang agama Budha di Asia Tenggara.

Sriwijaya pun adalahkerajaan maritim yang powerful dan disegani di Asia Tenggara bahkan dominan hingga ke Cina dan Madagaskar di Afrika. Di samping menguasai jalur perniagaan dan pelayaran antara Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia pun telah menjadikan wilayah ini sebagai sentra pertemuan antar bangsa.

Hal ini memunculkan transformasi kebiasaan yang lambat laun berkembang dan menyusun identitas baru untuk daerah Sumatra Selatan ini. Sebagian Semenanjung Malaya, Selat Malaka, Sumatera Utara, Selat Sunda masuk ke dalam lingkungan dominasi Sriwijaya.

Pesona wisata. Kerajaan ini tumbuh sebagai pusat perniagaan yang dikunjungi semua pedagang dari Parsi, Arab dan Cina yang memasarkan barang-barang yang mereka bawa dari negerinya atau negeri yang dilaluinya sementara saudagar dari Pulau Jawa melakukan pembelian barang-barang tersebut sambil memasarkan rempah-rempah.

Nama ‘Palembang’ berasal dari kata limbang yang berarti mendulang emas. Berdasarkan keterangan dari cerita, Palembang menjadi kota yang makmur sebab emas yang terdapat di Sungai Musi. Pada masa Sriwijaya, Palembang mempunyai nama Swarna Dwipa yang berarti Pulau Emas.

Disebutkan bahwa istana kerajaan Sriwijaya memiliki empang yang di dasarnya ditaruh batangan-batangan emas. Pada masa Sriwijaya, agama Budha merasakan kejayaan. Seorang pengembara dari Cina mempunyai nama I Tsing mengadukan dalam catatannya bahwa di depan istana kerajaan ini, di seberang Sungai Musi ada kuil Budha dimana selama seribu orang pendeta Budha (biksu) bermukim untuk menuntut ilmu memperdalam doktrin Budha dan mempelajari Sanskerta. Dari kuil ini masing-masing pagi tercium wewangian dupa yang wanginya tersebar sampai ke seberang Sungai Musi.

Letak istana kerajaan Sriwijaya diduga relatif lebih jauh dari Sungai Musi dikomparasikan dengan pemukiman masyarakat yang lazimnya berada di sepanjang tepian sungai dan di rumah-rumah terapung atau lokasi tinggal tiang- memanjang sejumlah kilometer di sepanjang Sungai Musi.

Penduduk yang tinggal di ambang sungai ini adalahsumber tenaga manusia untuk armada laut yang menjadi tulang punggung kerajaan Sriwijaya dalam mengawasi area perairan di sekitarnya. Sejumlah peninggalan arkeologis dari masa kerajaan Sriwjaya masih bisa ditemukan di sebanyak tempat. Pesona wisata.

Setelah berjaya sekitar tiga abad, pada abad ke-11 Sriwijaya diserang kerajaan Cola yang menjadi titik mula kemerosotan Sriwijaya dan lantas Sriwijaya tersudut oleh dominasi kerajaan dari Jawa Timur. Pada akhir abad ke-13 Sriwijaya merosot sebagai pusat perniagaan dan kesudahannya runtuh menjadi wilayah-wilayah kecil yang dikuasai bajak laut sampai kedatangan Belanda (VOC).

Pada abad ke-18 hadir kesultanan Islam di Palembang yang dipimpin oleh sebanyak sultan. Sultan Mahmud Badaruddin ialah raja terakhir dari Dinasti Palembang ini dan pun sultan yang sangat terkenal sebab perjuangnnya membangkang kaum kolonial. Raja Palembang ini dikenal sebagai orang yang memiliki jati diri yang powerful dan berbakat sekali. Sayangnya peninggalan kesultanan Islam Palembang ini telah tidak terdapat lagi yang tersisa sebab hancur dalam peperangan melawan Belanda. Pesona wisata.

Unknown

About Unknown

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :